Archive

Archive for February 1, 2010

>MENGHAPUS RESAH MENEPIS GELISAH

February 1, 2010 Leave a comment

>

Tak seorang pun lepas dari berbagai masalah. Terjangkiti penyakit di badan, kehilangan orang-orang tersayang, atau lenyapnya barang dari gengggaman tangan. Ini semua pasti menimpa atas orang taat maupun yang jahat, yang mukmin maupun yang kafir. Yang belum, hanya sedang menunggu giliran. Karena tak ada apapun dan siapapun makhluk yang kekal. Bedanya bagaimana menyikapi musibah dan cara menyudahi rasa gundah. Poada saat yang sama, setan berusaha memanfaatkan peluang musibah tersebut untuk menyesatkan manusia.

Meratap di Awal Musibah
Pada pukulan prtama, sesaat setelah musibah terjadi, setan akan membesar-besarkan musibah itu di benak manusia. Setan juga membisikkan baying-bayang menakutkan dimasa depan, sebagai efek dari musibah yang baru saja terjadi. Hasilnya hati akan sempit, dada terasa sesak, maka lisanpun akan mengalirkan aneka keluhan dan ratapan. Seperti yang dikatakan para ulama,”man dhaa, ittasa’a lisaanuhu,” barangsiapa hatinya sempit, maka lisannya menkadi lebar. Yakni lisan akan banyak mengeluh, mneratap dan banyak mencela takdir. Ada lagi yang melampiaskan kesedihannya dengan menmapar pipi sendiri, merobek baju dan tindakan lain sebagai ekspresi penolakannya terhadap takdir. Dalam istilah syar’I disebut niyahah yang termasuk dosa besar.
Nabi bersabda,
“Wanita yang meratap, jika tidak bertaubat sebelum dia meninggal, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat, dan ditubuhnya dikenakan jubah dari cairan tembaga dan diberi mantel dari kudis. (HR. Muslim)
Seyognaya seorang muslim tidak mengikuti emosi yang dikobarkan oleh syaitan. Hati bias bersedih, air mata boleh melelh, tapi hendaknya tidak berkata dan berbuiat sesuatu yang melanggar syari’at. Ketika rasulullah melihat jasad puteranya, Ibrahim yang terbujur kaku, beliau meneteskan air mata. Maka Abdurrahman bin ‘auf radhiyallahu ‘anhu bertanya, mengapa anda menangis wahai rasulullah?” beliau menjawab,”ini adalah tangisan kasih sayang.”. air mata beliau kembali mentes, lalu beliau bersabda,”sungguh mata ini menagis, hati bersedih, namun kami tidak mengucapkan kalimat kecuali yang diridhai Allah” (HR Bukhari dan Muslim)
Nilai kesabaran yang paling agung adalah kesabaran saat detik-detik pertama ditimpa musibah, dan saat itulah hasil ujian ditentukan.
Karena itulah, ketika nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati seorang wanita yang meratap diatas kubur, beliau bersada,”bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah!” wanita itupun menjawab, “apa urusanmu dengamnku, kamu tidak ditimpa musibah seperti aku.” Ia tudak tahu bahwa yang berkata tadi adalah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ketika ia diberiotahu seseorang bahwa beliau nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, iapun segera mendatangi rumah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta maaf dan berkata,”saya tidak tahu bahwa yang berkata tadi anda. “ nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“(inti) Kesabaran itu adalah (kesabaran) saat pukulan pertama.”(HR. Bukhari)

Ketika Musibah Lekat Dalam Ingatan
Waktu terus berjalan, hari H dimana musibah tgerjadi sudah mamkin jauh jaraknya. Tapi tak ada jeda bagi setan untuk menggoda. Setan ingin melanggengkan kesusahan yang dialami seorang muslim. Kemudian menggiringnya ke lautan keedihan yang tidak bertepi. Jurus yang paling diandakan adalah mengiungatkan baying-bayang musibah yang telah dialaminya. Dan memang, tak ada yang lebih dahsyat dalam memicu kesedihan melebihi ketika seseorang mengingat musibah yang telah menimpa.
Berawal dari kesusahan yang tak kunjung reda ini, efek karambol yang muncul setelahnya sulit dielakkan. Setan akan terus mempermainkan perasaannya, lalu ‘membantu’ mencari-cari sebab musibah itu, hingga jawaban yang ditemukannya adalah prasangka buruk kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan jengkel terhadap-Nya. Karena ia telah merasa berbakti kepada-Nya, tapi justru Allah membiarkan dirinya menderita. Tak lagi berlaku baginya logika syar’I yang memandang musibah sebagai cobaan atau ujian. Yang dengannya Allah hendak menaikkan ‘grade’ keimanannya, ata hendak mengha[pus kesalahan-kesalahnnya, atau bahkan hendak menggantinya dengan yang lebih baik. Yang berlaku justru logika hawa nafsu. Dia marah dan jengkel terhadap takdir, juga Dzat yang telah menetapkan takdir.
Di titik ini, setan betul-betul memnangkan pertarungan. Musibah yang mestinya bias menjadi lading gteraihnya pahala tanpa batas, justru diskapi sebaliknya. Sehingga yang dihasilkan adalah murka Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung beratnya ujian. Dan sesungguhnay apabila Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Maka barangsiapa ridha, maka baginya keridhaan-Nya. Dan barangsiapa yang jengkel, baginya kemurkaanNya. (HR. Tirmidzi, Syaikh Al-Albani mengatakan,”hasan shahih”)

Mengalihkan Kesusahan Dengan Kemaksiatan
Setan juga memnafaatkan pasca musibah yang menimpa seorang hamba sebagai momen untuk memperkenalkan ‘dunia hitam’ kepada si korban. Ketika setan tahu, bahwa setiap orang ingin lepas dari kesusahan dan kesedihan, maka ia dating menawarkan solusi. Dibujuklah manusia untuk melupakan masalah dengan menikmati hiburan yang haram. Dari menenggak khamr hingga masuk ke klub malam dan dugem. Meski sejenak bias meluipakan kesusahan, sebentar kemudian akan kembali dating, dan bahkan ini merupakn bibt munculnya kesedihan yang lebih dalam dan lebih kekal. Andai saja seseortang menerapkan resep illahi dalam menghadirkan ketenangan, tentulah akan segera keluar dari kungkungn kesedihan. Resep itu adalah,
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du 28)
Dan ada satu kata kunci untuk menyudahi kesusahan dan menggantikannya dengan kebahagiaan dan pahala besar, yakni kesabaran. Wallahu a’lam.

Oleh Abu Umar Abdillah, diambil dari Muthola’ah majalah Ar-Risalah